Kehidupan Warga Belanda di Kalianget pada Masa Penjajahan


Setelah Kompeni dibubarkan pada tahun 1799, Madura menjadi bagian dari negara kolonial Hindia Belanda, dan pemerintah di Batavia memutuskan untuk mempertahankan sistem pemerintahan tak langsung di Madura. Berbeda dengan para bupati di Jawa (jangan dicampuradukkan dengan raja-raja di Yogyakarta dan Surakarta), yang mengalami pemerint ahan langsung di sebagian besar Pulau Jawa, para bupati tersebut diturunkan status mereka menjadi pegawai-pegawai pribumi, sedangkan para penguasa Madura tetap meiniliki otonomi dalam pemerintahan. Dalam kasus Madura, politik kontrak VOC terus dilanjutkan.

Pada paroh pertama abad ke-19 “kondisi dan persyaratan” yang menjadi dasar bagi para bupati itu untuk memerintah, lebih banyak disesuaikan satu sama lain. Dengan demikian, setelah pemerintahan sementara Inggris (1811—1816), hubungan-hubungan dengan dunia luar diawasi dengan ketat. Kini para raja di Madura Timur juga dilarang mengadakan kontak apa pun dengan negara-negara asing Eropa dan dengan raja-raja bukan Madura tanpa izin residen. Sekarang pertemuan-pertemuan antara raja-raja Madura diperbolehkan, namun perselisihan yang mungkin terjadi, tidak boleh diselesaikan tanpa keputusan dari pemerintahan Belanda. Pemerintahan yang dengan berangsur-angsur diseragamkan ini mengandung arti, bahwa lambat laun Sumenep dan Pamekasan juga mendaparkan status “pemerintahan sendiri penuh”. Ayat tentang pinjaman tanah dicoret.

Berikut foto-foto tempo dulu saat tentara dan keluarga Belanda berada di Sumenep, tepatnya di Kalianget, yang juga sebagai pabrik garam di Madura



















Sumber foto: (*)

*****
Tulisan dibawah terkair dengan gambar-gambar diatas. Silakan kunujungi:


Posting Pilihan