Dikisahkan bahwa sang Bethara Kala, anak dari Bethara Guru, telah lahir di tengah lautan dengan tubuh tinggi-besar. Selain itu, dia juga memiliki nafsu makan yang sangat besar. Dewa-dewa pun merasa khawatir seluruh jagad akan habis dimakannya.
Sehingga ia diperintahkan untuk berkelana mencari bunyi-bunyian yang indah. Selama pengembaraan, kebiasaan makannya yang berlebihan juga dibatasi. Ia hanya diperbolehkan memakan makhluk-makhluk tertentu, di antaranya: anak tunggal (ontang-anting), anak kembar (uger-uger dan dampit), anak lelaki yang berkakak dan beradik perempuan, anak perempuan yang berkakak dan beradik laki-laki (pancuran kapit sendang), dan seterusnya.
Menyaksikan pertunjukan tersebut, masyarakat Madura seperti diajak untuk menjenguk rumahnya sendiri yang telah lama tidak dihuni, lantas me-review nilai-nilai kearifan lokal (local genius) yang terkandung di dalamnya.